Seminggu sebelum hari itu mataku lebih terlena menatap langit langit kamar. Berpikir cara menjadikan hari itu istimewa, untukmu.
Aku ingin seperti yang lain, tidak ingin yang lain dari biasanya. Aku ingin menjadikan diriku istimewa untukmu, walau sering kau katakan aku sudah. Aku ingin kita menjadikan hari itu lebih membahagiakan dari hari biasanya.
Kemeja, sapasang sepatu, tas dan jam tangan, aku ingin semua untukmu.
Membangunkanmu dengan kejutan yang kubawa tepat di tengah malam. Aku ingin melakukan itu untukmu seperti kebanyakan. Seperti yang kau lalukan padaku.
Tapi maaf atas keterbatasanku yang teramat. Aku harus memilah benda apa yag penting untukmu. Sebuah kemeja, tas, jam tangan kah, atau sepasang sepatu ?
Bahkan untuk menyusulmu, memberikan kejutan yang hanya berupa kehadiranku dari jarak ratusan kilometer aku tak mampu kompromi dengan waktuku bekerja. Aku tak mampu.
Malam berikutnya kupandangi kotak berbungkus warna warni yang ku pilih berkali kali, terselipkan surat wangi berisian doa yang ku tulis dengan puisi berharap agar kau suka.
Hari itu tiba, mataku yang sejak lalu terlena menatap langit kamar masih belum bisa bertemu dengan matamu. Kotak warna warni yang terselipkan surat wangi itu pun masih bertahta di meja kamarku, entah sampai kapan, sampai tiba saat kau menemuiku.
Aku (dan pasti kamu juga) ingin seperti yang lain, mengamini doa doa yang kau panjat setelah tiup lilin. Berdoa meminta apapun tanpa ampun untuk esok yang lebih baik, bersyukur atas apa yang sudah dicapai sampai saat ini. Aku ingin disuapi kue potongan pertamamu. Menyambut pertambahan usiamu dengan nyanyian merdu nan riang. Tapi yaa .. kita lain, daripada yang lain.
Aku hanya bisa berdoa dari sini, dari tempatku .. dan kamu dari tempatmu disana. Bersua lewat suara.
***
Kita pernah berjarak ratusan kilometer, tapi hatiku dulu tetap bahagia dengan cerita tak penting kita di linimasa. Sekarang, kita dikota yang sama, tapi tak pernah minum kopi bersama sama. Tak lagi melepas penat di pantai sampai terbit senja.
Tau kah kamu apa yang menyebabkan orang ingin kembali ke masa lalu ? Di masa lalu ia menemukan kebahagiaan yang dihari ini mungkin sudah luput dari genggamannya. Dan aku mencarinya.. kebahagiaan yang luput. Tapi kau pergi membawa semua cahaya, berlari menjauhiku yang meraba dalam gelap.
Menuliskan makna pada semua kalimat tentang dirimu bahkan lebih mudah dibanding kesulitan hidup setelah kau tiada. Bahwa memuntahkan cerita tentang mu seribu kali lebih mudah daripada menyadari bahwa jiwaku telah gusar menahan sepi saat kau tak disini.
Sampai sekarang, aku masih ingin bertanya mengapa kamu datang untuk kemudian pergi kembali ? Aku masih ingat dimana rumahmu, tapi aku tak punya nyali untuk mengetuk pintu. Aku setengah mati mengutuki diriku dengan perih yang tak terbantahkan, bahwa aku tak pernah bernyali untuk jelas mempertanyakan. Aku sudah lelah menduga duga.
***
Sekarang dan beberapa tahun kemarin aku memang tak lagi melakukan ritual cemas cemas bahagia untuk menyambut hari itu. Tak juga menyiapkan sekotak kado berselipkan surat wangi. Tak membiarkan mata terlena menatap langit langit kamar mencari cara berkompromi dengan segala keterbatasan untuk menemuimu, memberikan sebuah kejutan manis.
Malam ini kupejamkan mata, membiarkan logikaku lumpuh dikalahkan oleh rasa yang mengendap masuk, menjelajah kenangan yang tak bisa ku hapus. Ku usap potret usang yang tak bisa tersentuh, lalu kusadar bahwa rindu itu menyentak, tepat saat hati meretas kenangan.
Malam sudah semangkin membungkuk. Rembulan kian meninggi. Dua jam sebelum hari itu hanya hening, sebelebihnya adalah rindu untuk mengucapkan ...
Selamat ulang tahun.
(02 April 2016)